Metro TV dan TV One, dua televisi swasta nasional ini tengah baku hantam mengunggulkan bos besar masing-masing. Metro TV dengan Surya Paloh dan TV One dengan Aburizal Bakrie. Kedua orang ini merupakan fungsionaris partai Golkar, partai penguasa kepemimpinan (alm) Soeharto selama 32 tahun.
Rencananya, kurang dari dua minggu ini, partai berlambang pohon beringin dengan dominasi warna kuning tersebut bakal menyelenggarakan musyawarah nasional partainya di Riau. Seluruh dewan pimpinan daerah, tingkat I dan tingkat II bakal berkumpul memberikan dukungannya terhadap masing-masing kandidat ketua umum. Jadi, wajar saja bukan jika Surya Paloh dan Aburizal Bakrie tancap gas televisi asuhannya masing-masing untuk menggeber dukungan.
Ironisnya (hal lazim yang dilakukan dalam kompetisi politik kekuasaan di Indonesia), perebutan kursi kepemimpinan ini dilakukan dengan membongkar kebusukan lawan politiknya. Sebut saja, Aburizal Bakrie yang terganjal persoalan lumpur lapindo. Dalam hal ini, tentu Surya Paloh diuntungkan. Berbekal itulah, Surya Paloh dengan program-program acara televisinya, keranjingan mengangkat masalah lumpur lapindo. Sengaja atau tidak, kisah malang korban lumpur lapindo jadi tangga bagi Surya Paloh untuk naik ke puncak tertinggi pohon beringin.
Seolah tak mau kalah, Aburizal Bakrie, mantan ketua umum kamar dagang dan industri indonesia ini pun ikut berupaya merebut simpati masyarakat lewat program-program acara televisinya. Persoalan lumpur lapindo yang beberapa tahun belakangan dilenyapkan, kini sayup-sayup terdengar. Terdengarnya seperti ini; bahwa korban lumpur lapindo mendapatkan bantuan sejumlah dana..bla bla bla, bahwa korban lumpur lapindo mendapatkan bantuan sejumlah unit rumah..bla bla bla.
Tidak hanya itu, kedua tokoh ini juga saling klaim dukungan. Sempat saya menghadiri konferensi pers Aburizal Bakrie, beberapa waktu lalu dan dia mengatakan, "32 DPD tingkat I dan lebih dari 400 DPD tingkat II telah menyatakan dukungannya. Dukungan tersebut dinyatakan melalui surat dukungan yang dibubuhi tandatangan masing-masing DPD dan sekjendnya," katanya.
Nah, belum lama ini, Surya Paloh juga mengklaim hal serupa. Bos berjanggut ini mengungkapkan, dukungan di DPD tingkat I dan tingkat II terpecah. Sehingga, ada DPD tingkat I yang memberikan dukungannya terhadap calon A, tetapi di tingkat II mendukung calon B.
Oke, saling klaim dukungan. Wajar. Tetapi, yang ingin saya tahu, masyarakat tahu tidak ya? Bahwa persoalan lumpur lapindo telah dibebankan kepada negara. Bahwa kepolisian telah menghentikan penyelidikan kasus ini lebih lanjut. Bahwa bencana lumpur lapindo di SP3 kan karena kepolisian menyebut peristiwa naas tersebut murni sebagai bencana alam.
Masyarakat sadar tidak ya? Bahwa perang opini di udara antara Metro TV dan TV One atau Surya Paloh dan Aburizal Bakrie ini telah tidak mendidik masyarakat dan tidak mendewasakan bangsa Indonesia, termasuk mensahihkan industrialisasi media.
Rencananya, kurang dari dua minggu ini, partai berlambang pohon beringin dengan dominasi warna kuning tersebut bakal menyelenggarakan musyawarah nasional partainya di Riau. Seluruh dewan pimpinan daerah, tingkat I dan tingkat II bakal berkumpul memberikan dukungannya terhadap masing-masing kandidat ketua umum. Jadi, wajar saja bukan jika Surya Paloh dan Aburizal Bakrie tancap gas televisi asuhannya masing-masing untuk menggeber dukungan.
Ironisnya (hal lazim yang dilakukan dalam kompetisi politik kekuasaan di Indonesia), perebutan kursi kepemimpinan ini dilakukan dengan membongkar kebusukan lawan politiknya. Sebut saja, Aburizal Bakrie yang terganjal persoalan lumpur lapindo. Dalam hal ini, tentu Surya Paloh diuntungkan. Berbekal itulah, Surya Paloh dengan program-program acara televisinya, keranjingan mengangkat masalah lumpur lapindo. Sengaja atau tidak, kisah malang korban lumpur lapindo jadi tangga bagi Surya Paloh untuk naik ke puncak tertinggi pohon beringin.
Seolah tak mau kalah, Aburizal Bakrie, mantan ketua umum kamar dagang dan industri indonesia ini pun ikut berupaya merebut simpati masyarakat lewat program-program acara televisinya. Persoalan lumpur lapindo yang beberapa tahun belakangan dilenyapkan, kini sayup-sayup terdengar. Terdengarnya seperti ini; bahwa korban lumpur lapindo mendapatkan bantuan sejumlah dana..bla bla bla, bahwa korban lumpur lapindo mendapatkan bantuan sejumlah unit rumah..bla bla bla.
Tidak hanya itu, kedua tokoh ini juga saling klaim dukungan. Sempat saya menghadiri konferensi pers Aburizal Bakrie, beberapa waktu lalu dan dia mengatakan, "32 DPD tingkat I dan lebih dari 400 DPD tingkat II telah menyatakan dukungannya. Dukungan tersebut dinyatakan melalui surat dukungan yang dibubuhi tandatangan masing-masing DPD dan sekjendnya," katanya.
Nah, belum lama ini, Surya Paloh juga mengklaim hal serupa. Bos berjanggut ini mengungkapkan, dukungan di DPD tingkat I dan tingkat II terpecah. Sehingga, ada DPD tingkat I yang memberikan dukungannya terhadap calon A, tetapi di tingkat II mendukung calon B.
Oke, saling klaim dukungan. Wajar. Tetapi, yang ingin saya tahu, masyarakat tahu tidak ya? Bahwa persoalan lumpur lapindo telah dibebankan kepada negara. Bahwa kepolisian telah menghentikan penyelidikan kasus ini lebih lanjut. Bahwa bencana lumpur lapindo di SP3 kan karena kepolisian menyebut peristiwa naas tersebut murni sebagai bencana alam.
Masyarakat sadar tidak ya? Bahwa perang opini di udara antara Metro TV dan TV One atau Surya Paloh dan Aburizal Bakrie ini telah tidak mendidik masyarakat dan tidak mendewasakan bangsa Indonesia, termasuk mensahihkan industrialisasi media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar