Juni 26, 2014

Menjejak Hutan Beton

Kalau sebagian orang menyebut Singapura sebagai hutan beton, sebaiknya Anda kunjungi terlebih dahulu Hong Kong. Ya, Daerah Administratif Khusus bagian dari negara Republik Rakyat Tiongkok tersebut boleh dibilang rajanya hutan beton. Bagaimana tidak, nyaris seluruh bangunan di Hong Kong memiliki lebih dari 10 lantai. Mungkin, cuma bandar udara dan pelabuhan di Hong Kong saja yang memiliki 3 – 5 lantai. Gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, [erhotelan pun menjulang tinggi berlapis-lapis. Maklumlah, dengan total wilayah sekitar 1.100 km2 dan penduduk lebih dari 6,8 juta, Hong Kong seperti terpaksa dibangun vertikal.

Di beberapa wilayah, gedung-gedung pencakar langitnya tampak baru dan sangat modern. Seperti di wilayah Central. Namun, di wilayah lainnya, gedung-gedung yang menjadi tempat tinggal warga, seperti apartemen, rumah tinggal dan penginapan turis hampir boleh dibilang kumuh. Gedungnya tua, meski kebanyakan interior di dalam masih cukup terawat.

Meski begitu, harga bangunan di Hong Kong pun selangit. Dari berita-berita media massa, saya dengar, tidak gampang seorang kaya untuk memiliki rumah. Keterbatasan lahan mengakibatkan harga properti di Hong Kong menjadi teramat mahal. Apalagi, biaya hidup juga lumayan menguras kocek. Sehingga, tidak sedikit warga lokal yang memilih menyewa rumah atau apartemen, ketimbang membeli rumah, seumur hidupnya.

Bagi turis seperti saya, akibatnya, harga penginapan tidak bisa dibilang murah. Saya dan dua orang teman harus membayar 700 dollar Hong Kong (1.540 rupiah per dollar Hong Kong pada nilai tukar Juni 2014) untuk tinggal selama dua malam di penginapan kelas hostel berukuran 1,5m X 2,5m. Itu masih boleh dibilang murah karena saya memilih lokasi di pusat turis, Tsim Sha Tsui.

Oh ya, Anda jangan kaget ya, dengan ukuran hostel tempat saya menginap, hampir mustahil untuk Anda melakukan banyak gerak selama di dalam kamar. Asal tahu saja, UK Hostel, tempat saya menginap di Tsim Sha Tsui, terdiri dari dua tempat tidur (satunya kecil, lainnya super kecil), serta kamar mandi imut. Jangan harap bisa berduaan di kamar mandi. Sendiri saja susah.

Beruntungnya, saya kan turis. Saya tidak punya alasan untuk berlama-lama di hostel, selain untuk tidur. Jadi, setiap bangun pagi, saya dan dua orang teman saya langsung menikmati wisata di Hong Kong. Hari pertama, saya sih tidak terburu-buru waktu, sehingga saya memilih untuk berjalan-jalan sekitar tempat saya tinggal. Ya, jalan-jalannya sekitar 6 km lah. Saya masuk ke pusat-pusat belanja, wisata kuliner dan mondar-mandir mencoba transportasi kereta bawah tanah dari satu perhentian ke lainnya.

Hari kedua, saya mengunjungi The Victoria Peak yang terkenal itu. Dari tempat saya menginap, saya hanya perlu naik kereta jaringan bawah tanah (disebut MTR) ke arah central. Darisana, tinggal jalan kaki deh barang 15 – 20 menit ke arah The Peak Terminus. Saya membeli tiket tram pulang pergi sekitar 80 dollar Hong Kong untuk sampai ke puncak.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan di The Victoria Peak, selain foto-foto pemandangan kota dengan gedung-gedung pencakar langitnya dan mengunjungi museum lilin Madame Tussaud tentunya. Sebut saja, menikmati secangkir kopi sembari membaca buku atau ngobrol dengan teman. Anda juga bisa berbelanja disini. Banyak toko-toko yang menjajakan oleh-oleh, kosmetik, pakaian, sepatu, alat tulis dan sebagainya. Soal harga, lumayan murah dari Jakarta, tetapi tetap lebih mahal dari pasar tradisional di Hong Kong (dengan catatan, pintar menawar).

Selain The Victoria Peak, tempat wisata yang juga paling banyak dikunjungi adalah Disneyland. Ini adalah taman hiburan racikan Walt Disney Company dan pemerintah setempat di Teluk Penny, Pulau Lantau, Hong Kong. Taman ini dibuka untuk umum pada 12 September 2005. Ada banyak wahana di Disneyland Hong Kong. Antara lain, High School Musical (pertunjukan langsung), Disney in the Stars, Disney on Parade, Muppet Mobile Lab dan lain sebagainya.

Saya sih tidak sempat mampir ke Disneyland Hong Kong. Bukan cuma karena waktunya tidak cukup, tetapi juga saya memang kurang tertarik. Rasanya, harus bawa anak kalau kesini, bukan teman. Kalau boleh saran bagi Anda yang lajang, lebih baik ke Giant Buddha. Patung Buddha yang super besar atau Big Buddha (terbentang setinggi 34 meter) perunggu ini lebih menarik untuk berfoto. Tetapi, siapkan stamina ya! Soalnya, Anda harus menaiki 268 anak tangga untuk sampai pada Big Buddha,

Berbeda dengan The Victoria Peak, tempat wisata Big Buddha ini menawarkan pemandangan gunung dan laut. Di seberang patung terdapat Biara Po Lin. Rumah suci penganut Buddha ini dihias dengan manifestasi ikonografi Buddha. Di taman sekitar biara diputar kicauan burung dan semerbak harum bunga. Anda juga dapat memanjakan lidah di restoran vegetarian sekitar. Tempat ini terletak di Ngong Ping, Pulau Lantau, Hong Kong.

Saya dan dua teman berpindah tempat penginapan ke Kowloon, tepatnya di Argylee Street. Penginapan disini lebih murah. Di Xiang Ji Hostel, saya cuma merogoh kocek 250 dollar Hong Kong untuk bertiga. Luas kamarnya tidak jauh berbeda dari hostel sebelumnya. Mungkin sedikit lebih lebar. Perbedaannya, meski bangunannya sama tua, tetapi kebersihan kamar di UK Hostel masih lebih baik. Xiang Ji Hostel ini lumayan menyeramkan, bau dan kotor.

Di Kowloon, saya boleh bilang, pusatnya wisata belanja. Mulai dari pakaian bermerk sampai pasar tradisional, Ladies Market. Beruntung, saya tinggal di seberang Ladies Market. Saya cuma butuh 5 menit untuk memuaskan nafsu belanja. Selain Ladies Market, ada juga Langham Place dan Mall. Disini, Anda bisa berbelanja seluruh produk fesyen dan kosmetik dengan harga bersaing dibandingkan Jakarta loh. Merek-merek seperti H&M, Channel, Levis, G2000 bertebaran dan menggoda dompet.


Lautan manusia

Hong Kong, seperti halnya Jakarta, bahkan lebih meriah dari Jakarta. Hiruk pikuk di Hong Kong seolah tak kenal waktu. Tidak ada jam pasti untuk mendapati kekosongan jalan disini. Semua orang lalu lalang dan kendaraan bermotor mondar-mandir. Hanya, untuk urusan lalu lintas, di Hong Kong jauh lebih baik daripada Jakarta. Jauh.

Kowloon dan Tsim Sha Tsui adalah dua wilayah yang paling banyak dipadati turis dan warga lokal. Jangan harap Anda bisa berjalan santai di keramaian. Terutama jelang sore. Ketika kelontong jajanan menggelar dagangannya, banyak sekali orang berbondong-bondong antri memadati jalanan atau makan sambil berdiri layaknya di resepsi nikahan gedungan.

Bahkan di tempat penyebrangan sekalipun, antrian manusia yang ingin menyebrang tumpah ruah. Jika Anda bersama teman, jangan sampai kehilangan deh. Repot. Kenapa repot? Karena jalanan di Hong Kong mirip di Eropa (Italia yang pernah saya kunjungi). Jalanan di Hong Kong terdiri banyak blok dan persimpangan. Di hampir setiap blok ada toko ritel dan stasiun jaringan kereta bawah tanah. Jangan sampai Anda terkecoh.

Naasnya lagi, tidak semua warga mahir berbahasa inggris. Beberapa di antara mereka yang berbahasa inggris, sangat kental dialek Tiongkok, sehingga saya kerap kesulitan berkomunikasi. Selain itu, ada sebagian warga yang tidak ramah dengan pendatang, bahkan di pasar tradisional mereka, jika Anda menawar harga cukup rendah, Anda bisa dijudesin loh. Meski begitu, tidak sedikit juga yang ramah.

Transportasi ramah

Di Hong Kong, untuk mencapai satu tujuan, Anda tidak perlu khawatir. Apalagi, jika memanfaatkan jaringan kereta bawah tanah (MTR). Dari bandara, Anda bisa langsung ke pusat kota dengan kereta. Ongkosnya pun murah. Sekitar 60 dollar Hong Kong. Itu sudah termasuk ganti line kereta loh. Jika Anda naik taksi, katanya sih, bisa menghabiskan sekitar 250 dollar Hong Kong atau jika Anda ingin naik bus kota, meski murah tetapi jangan harap bisa tiba tepat waktu.

Saya sendiri memilih membeli Octopus Card untuk menikmati jaringan kereta bawah tanah. Anda tinggal deposit sejumlah uang untuk mengongkosi Anda mondar-mandir. Selain murah, Anda juga dapat tiba lebih cepat dan anti-kesasar deh. Soalnya, petunjuk jalannya sangat jelas. Bahkan, jalan keluar setiap stasiun juga mengarahkan Anda langsung ke jalan yang dituju.

Cuma ya, penumpang jaringan kereta bawah tanah ini jumlahnya bejibun. Saya sih nggak khawatir copet, saya lebih khawatir (seringnya) nggak dapat kursi setelah berjalan jauh. Nah, soal tarif, MTR boleh diadu deh. Misalnya, saya dari Tsim Sha Tsui ke Kowloon, melewati lima perhentian, hanya membayar sekitar 4 – 6 dollar Hong Kong.

Menurut saya, tarif MTR ini jauh lebih murah ketimbang harga air botol kemasan di toko ritel yang bisa mencapai 8 – 12 dollar Hong Kong (600 ml – 1 liter). Mahal banget. Bahkan, soft drink seperti Coca cola, Sprite dan kawan-kawannya masih lebih murah, yakni 7 dollar Hong Kong. Kalau Anda menginap di hotel dengan fasilitas air galon, sebaiknya bawa persiapan deh.

Murah, meriah, merekah

Karena harga murah, bikin pasar meriah dan senyum kita pun merekah. Kesan itu yang saya dapat di Hong Kong untuk belanja produk fesyen, kosmetik dan makanan. Di pasar tradisional, harga memang murah (dijamin) dan bisa ditawar. Asal jangan kejam-kejam banget ya, bisa-bisa didamprat penjualnya. Tetapi, di mall pun, pakaian bermerek seperti yang ada di Jakarta, dilego jauh lebih murah. Saya beli kaus di H&M seharga Rp 120 ribu. Kalau di Jakarta, sekelas Forever 21 saja minimal Rp 170 ribu-an.

Harga kosmetik juga murah. Beberapa merek bahkan dijual 4 kali lipat lebih murah ketimbang di Jakarta. Saya sempat membeli body lotion, cat kuku dan produk turunannya, dan parfum. Asli.

Kalau hostel saya terbilang mahal, hitung-hitung subsidi silang lah ya, untuk makanan dan jajanan bisa dibilang murah. Saya tidak pernah melewatkan kesempatan menyantap daging babi. Mulai dari mie dengan daging babi, bubur dengan daging babi. Saya sendiri pecinta Chinesse Food. Jadi, jangan tanya enak atau tidak ya! Saya pasti jawab, enak banget.

Yang paling khas dari Hong Kong adalah jajanan tusukan. Mulai dari tusukan olahan daging babi, ikan, makanan laut, sampai minuman dengan bubble, seperti Cha Time dan Quickly. Ini favorit banget loh. Saya mencicipi hampir setiap hari jajanan tusukan ini. Maklumlah, di Jakarta, makan daging babi sambil berjalan tidak wajar.

Produk elektronik juga dijual murah di Hong Kong. Saya mendapati harga iPhone 5S Rp 7,2 juta (setelah dirupiahkan) dengan kondisi baru, bergaransi, namun factory lock. Ah, untuk meng-unlock kan cuma Rp 200 ribu ya di ITC kuningan. Hehee. Hampir seluruh ponsel pintar banting harga loh di Hong Kong. Termasuk juga, televisi, tablet, dan laptop dijual dengan harga miring.


Selamat berlibur!