Desember 01, 2011

Sihir Reruntuhan Angkor

What you don’t see with your eyes, don’t witness with your mouth
. Pepatah Yahudi ini sepertinya tepat menggambarkan rasa penasaran saya terhadap taman purbakala Angkor seluas 400 km2 yang terletak di Kota Angkor, Provinsi Siem Reap, Kamboja. Karena, saya akhirnya, menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri bekas kemegahan kekaisaran Khmer di taman purbakala Angkor. Taman dengan 50 bangunan candi tersebut mampu menyihir saya meski yang ada di kawasan ini bukanlah candi utuh, melainkan reruntuhan.

Maklumlah, pembangunan candi tersebut sudah dimulai sejak pertengahan abad ke-12.
Tak perlu panjang-lebar, mari saya ceritakan sihir reruntuhan Angkor yang mengundang kekaguman dunia internasional. Jumat (11/11) lalu, saya berkesempatan mengunjungi Siem Reap. Perjalanan melelahkan dari Phnom Penh (sekitar 8-9 jam lewat jalan darat) tidak berhasil meruntuhkan semangat saya untuk menikmati rimbun sisa-sisa sejarah yang tertinggal. Beruntungnya, hanya perlu merogoh kocek sebesar 20 USD untuk bisa masuk ke kawasan yang jadi salah satu situs warisan dunia UNESCO (1991) ini.

Saya tak berhenti berdecak kagum, bahkan sejak pertama kali menginjakkan kaki di gerbang utama Angkor Archeological Park. Tuk tuk alias motor bergerobak dengan kapasitas penumpang hingga empat orang menjadi alat transportasi yang mengantar saya berkeliling dari satu candi ke candi lainnya.

Candi-candi Angkor adalah struktur bangunan yang sarat akan simbol. Candi-candi megah itu dibangun dengan parit di sekelilingnya, berbentuk gunung, bahkan ada yang menyerupai piramida. Uniknya, seluruh batu yang digunakan untuk membangun candi memiliki ukirannya masing-masing.
Misalnya, motif ukiran Apsara atawa bidadari surga bertelanjang dada dengan pose menari mewakili kecantikan kaum hawa, kemudian motif Kala yang menampilkan wajah mengerikan tanpa rahang bawah yang ditujukan untuk melawan kejahatan, serta motif Naga alias kepala ular.

Seperti informasi yang saya peroleh dari Wikipedia, ada lima kategori candi. Yakni, Angkor Wat dan Angkor Thom, candi termegah dan terkuno dari semua Angkor. Kemudian, Little Circuit, sebagian candi di timur Angkor Thom, dan Big Circuit, candi-candi di sisi utara dan menjauh ke timur. Keempat, Rolous Group, candi yang terletak di 15 km sebelah timur Siem Reap berdekatan dengan National Highway, dan terakhir, Candi Terluar yang terletak lebih dari 20 km dari Angkor Wat.

Terletak di enam kilometer utara Siem Reap, Angkor Wat adalah salah satu monumen terbesar kekaisaran Khmer. Saya, ketika itu, masuk melalui pintu utama barat. Monumen ini terlihat luar biasa besar dan megah. Sayang, saya tidak mencapai puncak menara dan gagal melihat gopuras yang menjulang lantaran mengenakan celana di atas lutut. Hanya mereka yang memakai celana/rok di bawah lutut dan baju dengan lengan yang diizinkan menaiki puncak menara.

Tidak masalah, saya masih bisa mengunjungi Angkor Thom. Candi ini tidak kalah menarik karena wajah batu raksasa yang menghiasi menara-menara Bayon. Saya juga menyempatkan diri mengunjungi Ta Phrom yang terkenal karena pohon besarnya. Tak heran, Ta Phrom lebih mirip hutan saking banyaknya pepohonan yang menyandar pada candi-candi ini. Selain itu, ada juga Ta Keo, candi dengan tangga paling curam untuk mencapai tingkat teratas. Saya hampir kehabisan nafas ketika menaiki anak-anak tangganya.

Pesona lainnya di sekitar Angkor Wat adalah taman raksasa ini diselimuti langit luas nan biru. Meskipun, tidak jauh berbeda dengan hujan debu di Phnom Penh. Oh ya, ada lagi, yaitu wisata kuliner di gubuk-gubuk sederhana di sekitar Angkor Wat menyajikan makanan yang lezat, termasuk wisata belanja yang, demi Tuhan, relatif murah. Mulai dari pakaian, selendang, pernak-pernik, kartu pos, gantungan kunci, tempelan kulkas, topi, benda-benda seni dijual mulai dari 50 sen sampai 8 USD.

Sayang, waktu serasa cepat berlalu, dan membatasi kegiatan saya di hari itu. Alhasil, saya hanya berkesempatan mampir ke satu candi megah lainnya untuk melihat matahari terbenam. Sialnya, candi terakhir yang saya datangi terlalu padat pengunjung. Alih-alih melihat matahari terbenam, saya malah melihat tumpukan kepala para wisatawan di puncak menara. Ah, tetapi saya berusaha untuk menikmati akhir dari petualangan hari itu. Walaupun, saya yakin, saya pasti akan kembali ke sana suatu hari nanti.




1 komentar:

Heringuhir mengatakan...

ccck kerenn rong, untung ga nyasar lo balik